Seminar International Halal On Tourism Development

Seminar International Halal On Tourism Development

Admin LPPM_2 September 4, 2023 Kegiatan LPPM, Kegiatan UNISBA, Seminar

Senin, 4 September 2023, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Islam Bandung sukses menyelenggarkaan Seminar Internasional Pengembangan Wisata Halal dalam rangka dan serial dari Bandung Annual International Conference 2023. Seminar ini diselenggarakan atas kolaborasi pusat-pusat LPPM yaitu Pusat Kajian Islam dan Kemasyarakatan, Pusat Pengembangan Inovasi dan Inkubator Bisnis Halal, dan Pusat Pengembangan Wilayah dan Teknologi Lingkungan Hidup. Seminar ini diselenggarakan secara Hybrid daring melalui Zoom Meeting dan luring di Auditorium Gedung Dekanat Universitas Islam Bandung. Kegiatan diawali dengan sambutan dari Ketua Pelaksana Dr. Dewi Rahmi, S.E., M.Si dan acara dibuka oleh Wakil Rektor Unisba Dr. Ratna Januarita, S.H.,LL.M.,M.H sekaligus dilaksanakannya MOU dengan Nippon Asia Halal Association dan pelaksanaan MOA juga IA dengan Ketua LPPM Unisba Prof.Dr.Neni Sri Imaniyati, S.H., M.Hum dengan Direktur Nippon Asia Halal Association Dr. Saeed Akhtar.

Narasumber pada seminar kali ini yaitu Dr. Saeed Akhtar sebagai direktur Nippon Asia Halal Association dan Prof. Dr. Atie Rachmiatie, Dra., M.Si. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Bandung. Seminar kali ini dimoderatori oleh Dr. Neni Ruhaeni, S.H., LLM selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung. Dr. Saeed Akhtar berbicara tentang suksesnya pengembangan pariwisata halal di Jepang dan bagaimana Indonesia dapat mengikuti jejaknya. Dr. Saeed menjelaskan perjalanan Jepang menuju konsep pariwisata halal yang sukses, memberikan wawasan yang berharga bagi pengembangan industri pariwisata di Indonesia. Sebelum tahun 2010, Jepang belum memiliki kerangka kerja atau prinsip-prinsip yang mendukung pariwisata halal. Kesadaran akan pentingnya halal juga masih terbatas, dan dukungan dari pemerintah serta sertifikasi halal masih minim. Namun, setelah tahun 2010, terjadi perubahan signifikan. Seminar-seminar dan penelitian terkait halal mulai bermunculan, didukung oleh promosi dan sertifikasi halal yang lebih baik. Ini berdampak positif pada dukungan pemerintah yang semakin besar. Saat ini, Jepang memiliki sejumlah fasilitas yang ramah bagi wisatawan muslim, termasuk restoran dan produk-produk halal seperti makanan, kosmetik, dan sajadah. Hasilnya, dalam waktu sekitar 10 tahun, Jepang berhasil menghasilkan 100 miliar Yen dari industri pariwisata halal dan ramah muslim. Dr. Saeed Akhtar menyoroti beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan konsep serupa di Indonesia. Pertama, dibutuhkan peningkatan kesadaran dari seluruh pemangku kepentingan, melalui pelatihan, seminar, dan keterlibatan aktif dalam industri pariwisata. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan alokasi anggaran yang memadai dan berkolaborasi dengan negara-negara yang telah sukses dalam memanfaatkan pasar ramah muslim dan halal. Selain itu, Dr. Saeed Akhtar menekankan bahwa halal bukan hanya sebatas produk yang dihasilkan atau ditawarkan, tetapi juga mencakup karakteristik wilayah atau tempat itu sendiri. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan bagaimana budaya dan tindakan dapat diintegrasikan sebagai bagian integral dari konsep pariwisata halal di Indonesia.

Pada kesempatannya Prof. Dr. Atie Rachmatie, Dra. M.Si memulai presentasi dengan membicarakan potensi dari pariwisata halal di Indonesia, namun adanya potensi tersebut masih banyak permasalahan dalam implementasi pariwisata halal tersebut, seperti masih rendahnya pelaku usaha wisata merespons peluang wisata halal karena dianggap sulit dan high cost, belum terbentuknya ekosistem wisata halal yang jelas, kondusif dan suistanable (keberlanjutan) dengan Regulasi yang belum tersosialisasikan dengan baik, masih rendahnya SDM terkait dengan Pemahaman, kesadaran & peminatan terhadap pariwisata halal, termasuk pelaku usaha  dan aparatur terkait, serta adanya kesenjangan yang menunjukan ada perbedaan persepsi, pemahaman, kesadaran para pemangku kepentingan tentang konsep wisata halal, walaupun market halal di Indonesia dari berabgai negara pun cukup tinggi. Prof. Atie menyoroti bahwa Indonesia saat ini masih lebih berfokus pada definisi pariwisata halal daripada pada implementasinya. Secara garis besar, wisata halal seharusnya dianggap sebagai layanan bagi wisatawan, bukan hanya sebagai destinasi atau tempat tujuan wisata tertentu. Untuk mengembangkan ekosistem pariwisata halal di Indonesia, diperlukan pendekatan holistik yang mencakup berbagai aspek, mulai dari layanan, pendidikan, literasi, produksi, infrastruktur, hingga media. Indonesia telah memiliki badan-badan dan lembaga yang dapat mendukung pengembangan ekosistem pariwisata halal, namun perlu ada dukungan dan kebijakan yang kuat dari pemerintah dan lembaga terkait. Beberapa strategi yang dapat ditempuh dalam jangka waktu pendek, menengah, dan panjang termasuk koordinasi dan kolaborasi pentahelix, promosi dan pemasaran digital, sosialisasi regulasi, dan pelatihan bagi pelaku usaha. Strategi jangka menengah melibatkan integrasi kebijakan pemerintah, kampanye sosialisasi berkelanjutan, riset, dan pemanfaatan hasil riset. Strategi jangka panjang melibatkan insentif bagi pelaku usaha, penerapan nilai-nilai inklusivitas, inovasi, dan pendidikan berkelanjutan.

Seminar ini dihadiri oleh berbagai kalangan mulai dari pemerintah, akademisi, hingga pemerhati pengembangan desa sekitar 100 orang peserta yang hadir secara hybrid. Hasil diskusi dari seminar ini diharapkan dapat memberikan masukkan dan semangat dalam pengembangan pariwisata halal di Indonesia dan memanfaatkan potensi-potensi yang ada.

Komentar

Deprecated: Berkas Tema tanpa comments.php tidak digunakan lagi sejak versi 3.0.0 dan tidak tersedia penggantinya. Harap sertakan templat comments.php dalam tema Anda. in /var/www/html/wp-includes/functions.php on line 5581

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.